Menggangu pikiran dengan pikiran, saling berfikir mengenai pikiran muncul dengan atau tanpa stimulus, lahir dari respon internal ataupun external, secara fisik ataupun batin. 
Saat berhenti berpikir pun bahkan juga mengganggu. Memang tugasnya pikiran adalah berpikir, walaupun hanya sekedar memikirkan pikirannya sendiri saat memilih memikirkan apa yang paling enak dipikirkan. 
Sungguh tidak habis pikir sebuah pikiran itu, tak akan pernah, bahkan gayung bersambut dalam pikiran kolektif dari generasi ke generasi, terlepas nafas dan nyawa. Berbagai upaya dipikirkan untuk menghasilkan sebuah pikiran yang briliantama dan tentu mampu mengatasi sebuah masalah walaupun sekedar kesementaraan. Pemikiran demi pemikiran dicari untuk kemudian ditangkap, diperah, dan direalisasikan sekomprehensif mungkin, menghentikan sebagian pemikiran lain untuk melanjutkan pemikirannya akan hal yang sudah dipikirkan sebelumnya. Cukup mengikuti saja apa yang sudah dipikirkan, diikuti jalannya yang sudah di buat dengan komposisi aspal terbaik, bumbu rute tercepat, serta pilihan moda transportasi yang beragam. 
Menunggangi sebuah pikiran atau bisa juga sekaligus banyak pikiran itu mungkin dan bisa banget dipikirkan, namun mungkin dan bahkan bisa jadi sulit, apalagi direalisasikan. Banyak syarat yang harus dipenuhi, tentu saja melibatkan selain dari hanya sebuah pemikiran dan pikiran yang masih hidup. Memilih huruf untuk dirangkai, menggunakan bahasa yang sesuai, kemudian mengantarkannya baik secara lisan maupun tulisan, apalagi jika diracik menjadi tayangan audiovisual yang ciamik. Menunggangi untuk sekedar menyegarkan pikiran dari kebusukannya, pun juga bisa sebaliknya. 
Selalu berujung pada cabang pemikiran dengan belahannya yang setipis rambut, namun dapat terpisah sejauh timur dan barat. Beranak pinak mengarak dunia menghantarkan pada ajalnya saat kepentok sebual nalar. Kementokan nalar adalah batas tegas kemampuan fisik yang tidak mampu menahan pikiran saat berdesakan dengan pemikiran lainnya yang bebas berjejalan, berpesta dalam pikiran merayakan berkah logika. Membutuhkan sejumput oksigen lengkap dengan nikotin juga kafein, untuk menyaring pikiran kemudian mengaduknya dengan semen, menjadi pasta yang mampu membangun potongan pikiran-pikiran yang membatu menjadi rumah pikiran lain, apalagi jika ditambah kerangka besi dan cetak biru hasil pemikiran yang dalam dari seorang arsitek, sastrawan, atau bahkan seorang biasa saja yang tidak memiliki profesi pasti. Sederhananya ya begitu, tetapi yang namanya pikiran kan tahu sendiri, tak bisa dibatasi, liar dan senang beradu, entah untuk jadi tajam atau tumpul, mungkin tujuannya hanya untuk menggulirkan saja bukan pada kesimpulan yang selalu didambakan itu, menjaga pikiran untuk tetap berjalan sebagai mana mestinya sebuah pikiran. Tak mungkin final, tapi bisa dipahami sedikit demi sedikit, mencetak banyak gol pada banyak gawang kecil di muka gawang besar yang sepertinya tidak mungkin tergolkan, karena mungkin itu bukan gawang biasa. 
Selamat menikmati pikiran ini.

​